Menikmati Sejuknya Desa Diatas Langit Wae Rebo

Menikmati Sejuknya Desa Diatas Langit Wae Rebo




Desa Wae Rebo adalah sebuah desa unik yang berada berada di barat daya kota Ruteng, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur. Lokasinya yang berada di ketinggian kurang lebih 1.200 meter diatas permukaan laut membuat desa ini bagaikan melayang di atas awan. Karena lokasinya yang berada di tempat yang tinggi desa ini memiliki pemandangan yang luar biasa, perpaduan gunung-gunung yang mengelilinganya terlihat harmonis dan indah dengan tatanan tujuh rumah adat yang berbentuk kerucut di desa ini. Selain pemandangan yang membuat sejuk hari dan pemikiran, pengunjung yang datang ke Desa Wae Rebo akan disambut dengan penduduknya yang ramah.



Selain keramahan penduduknya, Desa Wae Rebo terkenal juga dengan tujuh rumah adanya yang sampai saat ini masih di pertahankan oleh generasi ke generasi. Rumah adat ini di sebut dengan Mbaru Niang. Mbaru Niang terbuat dari kayu dan dengan atap dari ilalang yang dianyam, betuk bangunannya mengerucut ke atas, keunikan rumah Mbaru Niang inilah yang menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung baik dari dalam ataupun luar negeri. Mbaru Niang tingginya mencapai 15 Meter dengan didalamnya terdiri dari lima lantai. Lantai pertama digunakan untuk kumpul keluarga, lantai kedua untuk menyimpan bahan makanan, lantai ketiga digunakan untuk menyimpan benih tanaman, lantai empat untuk tempat stok persediaan pangan, dan yang paling atas adalah tempat sesaji dan persembahan kepada leluhur. Tujuh Mbaru Niang ini berdiri dan mengelilingi sebuah lahan yang cukup luas dan hijau. Udara di Wae Rebo masih sangat sejuk karena selain lokasinya ada di ketinggian desa ini juga masih dikelilingi hutan, hal ini juga yang membuat di Wae Rebo tidak ada sinyal ponsel sama sekali.

Selain keunikan rumah adatnya, masyarakat Wae Rebo juga tak terpisahkan dengan kopinya. Bahkan dalam sehari beberapa orang di Wae Rebo bisa menghabiskan delapan sampai sepuluh gelas kopi buatan mereka sendiri. Lokasinya yang berada di ketinggian tentu sangat mendukung tumbuhnya kopi di wilayah ini, tidak heran jika memang profesi kebanyakan masyarakat Wae Rebo yang jumlahnya sekitar 600 orang adalah bercocok tanam kopi. Hasil panen kopi dari kebun yang ada di sekitar desa ini sebagian di konsumsi sendiri dan sebagian di jual ke pasar dan kemudian hasilnya di gunakan untuk membeli bahan makanan. Ada dua jenis kopi yang di tanam penduduk sekitar yaitu kopi Robusta yang biasanya bisa tumbuh di ketinggian 1.000 mdpl dan juga kopi Arabika yang bisa tumbuh di ketinggian 1.500 mdpl. Kopi di Wae Rebo masih di proses dengan cara tradisional dan tentu jauh dari bahan kimia yang berbahaya, ini juga yang membuat siapapun yang pernah mencoba kopi asli Desa Wae Rebo akan kecanduan dan ingin mencobanya lagi.



Kegiatan lain yang bisa kita lakukan di Desa Wae Rebo selain bisa bercengkrama dengan penduduknya dan mencicipi kopi khasnnya kita juga belajar menenun kain khas Flores. Kegiatan menenun biasanya di lakukan oleh kaum perempuan desa Wae Rebo.



Sungguh luar biasa potensi wisata di sebuah desa yang berada diatas gunung ini, tidak heran jika pada tahun 2012 UNESCO menyematkan Desa Wae Rebo sebagai UNESCO Asia-Pasific Heritage Award for Cultural Heritage. Indonesia juga mengabil peran dalam pengembangan pariwisata di Desa ini dengan adanya pendampingan dari Indonesia Ecotourism Network untuk penduduk Desa Wae Rebo. Dengan begini masyarakat akan terbiasa dengan adanya wisatawan yang datang berkunjung, kemudian wisatawan pun juga bisa mendapatkan informasi yang berkaitan dengan Desa Wae Rebo sehingga kedepannya diharapkan dapat mempermudah akses menuju Desa Wae Rebo namun tetap menjaga kelestarian yang ada.



Untuk mendapatkan sesuatu yang indah, tentu butuh perjuangan, begitu juga bagi wisatawan yang ingin datang ke Desa Wae Rebo. Jika dari Denpasar (Bali), bisa langsung menuju Ruteng lewat jalur udara. Apabila tidak ada penerbangan menuju Ruteng, anda dapat menggunakan bus atau travel dari Labuan Bajo, ibu kota Kabupaten Manggarai Barat yang memakan waktu sekitar 6 jam. Setelah tiba di Ruteng, perjalanan dilanjutkan menuju Desa Denge atau Dintor selama kurang lebih 2 jam yang merupakan desa terakhir yang dapat diakses dengan kendaraan.Untuk ke Denge dapat menggunakan ojek atau truk kayu, biasanya dapat ditemukan di Terminal Mena yang beroperasi dari jam 09.00 sampai 10.00. Jika ingin lebih hemat, gunakan truk kayu. Hanya saja angkutan ini tidak setiap hari beroperasi. Selanjutnya perjalanan ditempuh dengan berjalan kaki menuju Desa Wae Rebo selama 4-5 jam. Apabila harus menggunakan ojek dari Ruteng untuk bisa sampai ke Desa Denge, maka biaya yang dikeluarkan lebih mahal, bisa mencapai Rp 150.000-200.000 sekali antar. Lebih hemat jika menggunakan truk kayu yang hanya dikenakan tarif Rp 30.000 per orang. Untuk fasilitas, di Desa Denge ada sebuah home stay yang bisa digunakan untuk menginap. Tidak jauh dari home stay ada pusat informasi dan perpustakaan.

Jika sudah sampai ke Wae Rebo kelelahan di perjalanan akan sirna seketika dan berganti dengan kekaguman atas lukisan indah Tuhan di alam yang anda lihat disana. Saat sampai disana kita akan disambut dengan upacara adat terlebih dahulu, kemudian acara berlanjut dengan berbincang dengan penduduk yang ramah di sini. Jangan lupa sempatkan diri, untuk bermalam di sana. Tenang, banyak operator tur di NTT atau kota-kota besar di Indonesia yang menawarkan paket bermalam di Wae Rebo. Bermalam sehari saja di sini, sudah cukup untuk menyegarkan pikiran dan raga. Atau bisa juga anda menumpang di rumah Mbaru Niang.

Galery :



 




Sumber :
http://travel.kompas.com/read/2015/11/04/123600827/Wae.Rebo.Desa.Tradisional.Terindah.di.Indonesia.
https://travel.detik.com/domestic-destination/d-3347329/menyepi-sejenak-ke-wae-rebo-desa-di-atas-awan-yang-mendunia
http://phinemo.com/kemewahan-kopi-kampung-wae-rebo/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pesona Lawang Sewu

Mengagumi Kemegahan Istana Maimun di Medan

Disney Cruise Line